MENGENAL LEBIH DEKAT AKHLAK PARA KEKASIH ALLAH
(NABI IBRAHIM, NABI YUSUF DAN
NABI AYUB)
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh: Lubet Arga Tengah
Oleh: Lubet Arga Tengah
Akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang cara-cara mengetahui baiknya hati dan panca indra.”[1] Berbicara masalah akhlak takkan pernah ada bahasa “basi”. Karena di
zaman modern ini, bangsa kita sedang mengalami krisis
moral. Demikian yang menjadi penyebab utama
ketidakpenentuan bangsa ini. Jika krisis
moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur masa depannya.
Praktik hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan yang merugikan
orang lain kian tumbuh subur di negeri
kita yang sungguh pelakunya tidak berakhlak.
Masyarakat sesungguhnya sudah “ngeri”
dan tidak ingin lagi mendengar itu semua, tetapi sungguh media massa dan media
elektronik terus memberitakannya dan ini makin membuat rakyat takut dan resah,
bukan waspada. Pekerjaan rumah kita yang paling mendesak adalah
memperbaiki akhlak, mental, dan spiritualitas bangsa ini.
Kita
perlu mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berwawasan moral.
Justru semakin terbuka dan gampang diakses kejahatan lain akibat
penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekali lagi kita harus
mengembangkan spiritualitas dan akhlak yang mulia.”[2]
Berakhlak
kepada Allah bagi seorang hamba merupakan sebuah pengabdian yang bernilai
tinggi dan bahkan pengabdian (ibadah) hamba tersebut berfungsi sebagai bukti
dari akhlak seorang hamba. Sebab, akhlak sebagai pusat
ibadah manusia pun juga bersumber dari kedua ajaran pokok tersebut (al-Quran
dan Sunnah Nabi).”[3]Namun,
ibadah yang di maksud adalah ibadah dengan penuh keikhlasan dan pengagungan
terhadap Allah.SWT , Rasulullah SAW. Memberi petunjuk teknis berakhlak kepada
Allah dalam beribadah sholat, misalnya yaitu dengan menjalani secara khusyu’,
penuh konsentrasi secara paripurna, seraya meyakini dirinya bahwa dirinya di
saksikan oleh Allah SWT. Seperti itulah adab atau etika dalam beribadah atau
menyembah Allah SWT.
Untuk
lebih jelasnya, makalah ini akan membahas lebih dalam lagi tentang akhlak, yang
dapat kita ketahui melalui akhlak para Nabi khususnya Nabi Ibrahim, Nabi Nabi Ayub, dan Nabi Yusuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akhlak Nabi
Ibrahim As.
1.
Menjawab
Salam dengan Yang Lebih Baik
Ada
banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik dari kisah Nabi Ibrahim As. Di antara kisah beliau adalah ketika beliau didatangi para
malaikat yang akan diutus untuk membinasakan kaum Luth. Para malaikat tersebut
terlebih dahulu mendatangi Ibrahim dan istrinya, Sarah untuk memberi kabar
gembira akan kelahiran anak mereka yang ‘alim yaitu Nabi Allah Ishaq As. Sebagaimana Allah berfirman:
هَلْ
أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ. إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ
مُنْكَرُونَ. فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ
سَمِينٍ. فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا
تَأْكُلُونَ. فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا
تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ. فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا
وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ. قَالُوا كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ
الْعَلِيمُ.
Artinya: “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu
Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka
masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaama”. Ibrahim menjawab: “Salaamun
(kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” Maka dia pergi dengan diam-diam
menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu
dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan.”
(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap
mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar
gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).”[4]
Dalam
ayat di atas, Allah Ta’ala benar-benar memuji kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihis
salam. Para malaikat sebagai tamu tadi, ketika masuk ke rumah beliau,
mereka memberikan penghormatan dengan ucapan, “Salaaman”. Aslinya, kalimat ini berasal dari kalimat, “Sallamnaa
‘alaika salaaman (kami mendoakan keselamatan padamu)”. Namun
lihatlah bagaimana jawaban Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam terhadap salam mereka. Ibrahim menjawab, “Salaamun”. Maksud salam beliau ini adalah “salaamun daaim
‘alaikum (keselamatan yang langgeng
untuk kalian)”. Para ulama mengatakan bahwa balasan salam Ibrahim itu lebih
baik dan lebih sempurna daripada salam para malaikat tadi. Karena Ibrahim
menggunakan jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan kata benda) sedangkan
para malaikat tadi menggunakan jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali dengan
kata kerja). Menurut ulama balaghoh, jumlah ismiyyah mengandung makna langgeng
dan terus menerus, sedangkan jumlah fi’liyah hanya mengandung makna terbaharui.
Artinya di sini, balasan salam Ibrahim lebih baik karena beliau mendoakan
keselamatan yang terus menerus. Inilah contoh akhlaq yang mulia dari Nabi Allah
Ibrahim ‘alaihis salam. Kita bisa mengambil pelajaran dari sini bahwa hendaklah kita
selalu menjawab ucapan salam dari saudara kita dengan balasan yang lebih baik.
Sebagaimana firman
Allah yang berbunyi:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).”[5]
Bentuk
membalas salam di sini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan
tidak boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi. Contohnya di sini adalah
jika saudara kita memberi salam: “Assalaamu
‘alaikum”, maka minimal kita jawab: “Wa’laikumus salam”. Atau lebih lengkap lagi dan
ini lebih baik, kita jawab dengan: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah”, atau kita tambahkan lagi: “Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa
barokatuh”. Bentuk lainnya adalah jika
kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah kita jawab dengan
suara yang jelas pula, dan tidak boleh dibalas hanya
dengan lirih. Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan
menghadapkan wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut
sambil tersenyum (bukan cemberut) dan menghadapkan wajah padanya. Inilah di
antara bentuk membalas salam dengan yang lebih baik.
2.
Memuliakan
Tamu
Dalam cerita Ibrahim ini juga
terdapat pelajaran yang cukup berharga yaitu akhlaq memuliakan tamu. Lihatlah
bagaimana pelayanan Nabi Ibrahim As. untuk tamunya. Ada tiga hal yang istimewa dari penyajian beliau:
a.
Beliau
melayani tamunya sendiri tanpa mengutus pembantu atau yang lainnya.
b.
Beliau
menyajikan makanan kambing yang utuh dan bukan beliau beri pahanya atau
sebagian saja.
c.
Beliau
pun memilih daging dari kambing yang gemuk. Ini menunjukkan bahwa beliau
melayani tamunya dengan harta yang sangat berharga.
Dari
sini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana sebaiknya kita melayani tamu-tamu
kita yaitu dengan pelayanan dan penyajian makanan yang istimewa. Memuliakan dan
menjamu tamu inilah ajaran Nabi Ibrahim, sekaligus pula ajaran Nabi kita Muhammad SAW.
3.
Berbicara
dengan Lemah Lembut
Dalam
ayat yang kami bawakan di awal tadi, kita dapat menyaksikan bagaimana Nabi
Ibrahim As. juga mencontohkan akhlaq
berbicara lembut kepada para tamunya. Lihatlah ketika menjawab salam tamunya,
beliau menjawab, “Salaamun qoumun munkarun”
(selamat atas kalian kaum yang tidak dikenal). Kalimat ini dinilai lebih halus
dari kalimat ‘ankartum‘ (aku mengingkari kalian).
Begitu pula ketika Ibrahim mengajak mereka untuk menyantap makanan. Bagaimana
beliau menawarkan pada mereka? Beliau katakan, “Ala ta’kuluun” (mari silakan makan). Bahasa yang digunakan Ibrahim ini dinilai
lebih halus dari kalimat, “Kuluu” (makanlah kalian). Ibaratnya
Ibrahim menggunakan bahasa yang lebih halus ketika berbicara dengan tamunya.
Kalau kita mau sebut, beliau menggunakan bahasa “kromo” (bahasa yang halus dan
lebih sopan di kalangan orang jawa). Inilah contoh dari beliau bagaimana
sebaiknya seseorang bertutur kata.
B.
Akhlak Nabi Yusuf
As.
1.
Teguh dalam Menjaga Diri.
Ketika
beliau digoda oleh istri Al-’Aziz (raja Mesir), beliau menolaknya dengan sangat
sopan.. Qoola ma’aadzallaah.. Innahuu rabbiiy ahsana matswaay..
“Aku berlindung kepada Allah.. Sesungguhnya dia, tuanku –yang memilikiku
sebagai budaknya- benar-benar telah memperlakukanku secara baik.”[6]
Kemudian
Nabi Yusuf memberi alasan tentang sikapnya tersebut dengan berkata: Innahuu
laa yuflihudh-dhoolimuun.. “Sesungguhnya Allah Ta’ala takkan memberi
kemenangan pada orang yang berbuat dholim..”[7]
yaitu perbuatan menganiaya diri sendiri atau menganiaya orang lain dengan suatu
pengkhianatan atau melanggar kehormatan.
Kata-kata
Nabi Yusuf tersebut merupakan isyarat bahwa ia merasa bangga dengan Rabbnya dan
teguh memegang agama dan amanat Rabbnya.. serta menyindir pengkhianatan istri
tuannya. Oleh karena pengelakan itu, istri Al-‘Aziz menjadi marah, hendak
membalas dendam kepada Nabi Yusuf agar kemarahannya terobati karena ia gagal
mencapai keinginannya dan terhina dengan sikap Nabi Yusuf yang tidak mau
meladeni kehendaknya. Sedangkan Nabi Yusuf bersiap-siap hendak membela diri
dari serangan wanita itu dan hendak memukulnya. Namun, Nabi Yusuf melihat tanda
dari Rabbnya.. dari lubuk jiwanya. Apakah
itu?Allah memberi ilham pada Nabi Yusuf
bahwa lari dari tempat itu adalah lebih baik sehingga ia tidak jadi menyerang
wanita itu dan lebih baik lari menghindarinya. Dengan demikian, terlaksanalah
kebijaksanaan Allah tentang apa yang Dia persiapkan untuk Nabi Yusuf. “Kadzaalika linashrifa ‘anhus-suu-a
wal fakhsyaa’..”Demikianlah
agar Kami memalingkannya dari kemungkaran dan kekejian..” Allah menghindarkan
Nabi Yusuf dan menjaganya dari dorongan untuk melakukan keburukan ataupun
dorongan untuk melakukan kekejian sehingga beliau takkan keluar dari orang yang
berbuat baik menuju golongan orang yang berbuat dholim.
2. Membalas Kejahatan dengan Kebaikan
Dalam surat yusuf pada
ayat 89-92, diceritakan akhirnya saudara-saudaranya
mengetahui bahwa pembesar Mesir yang mereka mintai bantuan itu adalah Nabi
Yusuf. Tentu mereka merasa takut karena dulu pernah membuangnya ke sumur dan
meninggalkannya. Namun, justru Nabi Yusuf dengan kelembutan hati tidak mencela
kepada mereka sedikitpun. Bahkan, malah mendoakan agar Allah mengampuni
kesalahan-kesalahan mereka.
3. Kesantunan dan Kelembutan
Nabi Yusuf.
Jika
kita memperhatikan gaya bahasa yang dipakai Nabi Yusuf dalam berbicara atau
menjawab pertanyaan, maka akan kita temukan kata-kata
yang sangat halus, sangat sopan, dan sangat indah.. J Juga sikap beliau yang
sangat santun dan hormat pada orang tuanya dan juga pada saudara-saudaranya.
Dari
keseluruhan akhlaq Nabi Yusuf As. tersebut, saudara-saudaranya yang awalnya iri dan dengki pada beliau hingga berbuat
jahat pada beliau, akhirnya -bi idznillah- menjadi orang-orang yang baik dan
bertaubat pada Allah. Ini merupakan kisah yang happy ending.
Dari
sini dapat kita ambil pelajaran bahwa meskipun secara lahir pada awalnya
seseorang mendapatkan bencana/hal yang tidak disukainya, namun sebenarnya Allah
memiliki hikmah yang besar di baliknya. Sebenarnya
Allah memberikan karunia kepadanya. Meskipun pada awalnya saudara-saudara Yusuf berlaku jahat padanya, sedangkan dia tetap sabar
menghadapi segala kesusahan itu hingga Allah memberinya kedudukan yang tinggi
di Mesir dan menganugerahi Nabi yusuf berupa hukum dan ilmu ta’bir mimpi.
Semua
ini adalah balasan dari Allah atas kebaikan Nabi Yusuf ‘alaihis salamdalam
perjalanan hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi anugerah pada tiap
cobaan dan memberi kenikmatan pada setiap yang pada lahirnya berupa
bencana/musibah.
C.
Akhlak
Nabi Ayub As
Ulama ahli tafsir, ahli sejarah, dan
ilmuwan lainnya mengatakan, bahwa Nabi Ayub adalah seorang laki-laki yang kaya
raya dengan berbagai macam harta kekayaannya, baik berupa binatang ternak,
tanah pertanian yang membentang di daerah hurran. Namun, tak
membuatnya dia sombong atau merasa bangga akan harta kekayaannya.”[8]
Ibnu
Asakir menceritakan bahwa semua
itu adalah milik Nabi Ayub. Ia mempunyai anak dan keluarga yang sangat banyak. Lalu semua kekayaan itu diambil darinya, lalu
fisiknya diuji dari berbagai macam penyakit, sehingga tidak ada satupun anggota tubuhnya yang sehat kecuali hati dan
lidahnya. Dengan hati dan lidahnya itulah Nabi Ayub selalu berdzikir kepada
Allah SWT. Dalam kondisinya yang semacam itu, ia tetap sabar dan tabah serta
tetap selalu berdzikir kepada Allah SWT. Pada siang dan malam hari, pagi dan
sore.
Nabi
Ayub menderita sakit semacam itu dalam waktu yang cukup lama hingga ia
dikucilkan dan diusir dari kampungnya serta diusir keluar kampung di tempat
pembuanga sampah. Tidak ada seorangpun yang menaruh kasian kecuali hanya
istrinya. Ia selalu memberikan perhatian yang besar, menghargai dan tidak
melupakan kebaikan dan kasih saying Nabi Ayub di masa-masa yang telah berlalu.
Istrinya
tidak henti-hentinya mengurus segala yang dibutuhkannya, termasuk membantunya
membuang hajat. Suatu ketika keadan istrinya semakin lemah dan kekayaannyapun
semakin menipis, hingga keadaan memaksakan dirinya untuk bekerja dengan orang
lain untuk dapat member makan suaminya serta mengobatinya. Ia tetap sabardan
tabah dengan keadaan yang menimpa Nabi Ayub, yang kehilangan kekayaan dan
anak-anak dari sisinya,serta penderitaan yang dating bertubi-tubi, dari keadaan
sebelumnya yang kaya raya, benar-benar
merasakan kenikmatan dan kemuliaan. Semuanya hilang, kehormatan,
kenikmatan kemuliaan, kiranya hanya satu kata yang mesti dikatakan, innaa
lillahi wa innaa ilaihi raaji’un, ( Sesungguhnya kami milik Allah dan
kepadaNYA kami akan kembali).
Semua
ujian dan cobaan itu tidak menambah Nabi Ayub as. Melainkan justru membuatnya
bertambah kesabaran, ketabahan, pujian dan rasa syukurnya.
Dari
Mujahid, ia berkata ”Nabi Ayub as. Adalah orang yang pertama kali menderita
penyakit gatal-gatal.” Mengenai berapa lama Nabi Ayub mendapat ujian semacam
itu, terjadi perbedaan diantara para ahli tafsir dan sejarah.
Wahab
berpendapat bahwa Nabi Ayub menjalani ujian seperti itu , selama tiga tahun,
tidak lebih dan tidak kurang. Sementara Anas berpendapat bahwa Nabi Ayub
menjalani ujian itu, selama tujuh tahun beberapa bulan lamanya. Ia dibuang di
tempat sampah milik Bani Israil, hingga dikerumuni lalat dan berbagai macam
serangga lainnnya. Maka Allah SWT. Melipat gandakan pahala baginya dan
memberikan pujian yang baik kepadanya. Hamid
berkata “ Nabi Ayub menjalani masa ujiannya selama delapan belas tahun.”
BAB III
KESIMPULAN
Akhlak adalah
suatu ajaran, wawasan, atau perilaku manusia yang menggambarkan kepribadian
yang didasari oleh nilai-nilai agama islam. Sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya, moral atau akhlak merupakan sebuah system yang melahirkan corak
yang bermacam-macam, ada akhlak tercela (madzmumah). Kita sebagai manusia sebagai manusia
seharusnya berhati-hati dalam berucap dan bersikap. Akhlak akan dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari yang akan membawa manusia pada ketenangan dan
kedamaian jiwa dibawah ridha Allah SWT. Jika mereka mampu berakhlakul karimah ,
begitu juga sebaliknya. Akhlak yang dihadapi
Persoalan Akhlak
yang dihadapi bangsa dewasa ini bukan persoalan individual,tetapi merupakan
soal umat sehingga yang layak bertanggung jawab adalah institusi keluarga,
karena merupakan bagian dari struktur masyarakat kecil. Jadi, proses
pembelajaran akhlak dimulai dari lingkungan keluarga. Hal yang paling mudah
mempelajari akhlak adalah dengan mengenal atau mengetahui akhlak-akhlak para
Nabi. Salah satunya akhlak Nabi Ibrahim. Adapun akhlak yang dimiliki:
A.
Nabi Ibrahim as
·
Menjawab
Salam dengan Yang Lebih Baik
·
Memuliakan
Tamu
·
Berbicara
dengan Lemah Lembut
B. Nabi Yusuf as
·
Teguh
dalam Menjaga Diri.
· Membalas kejahatan dengan kebaikan.
· Kesantunan dan kelembutan Nabi
Yusuf.
C. Nabi Nabi Ayub as
·
Sabar
dalam menghadapi cobaan dari Allah SWT.
·
Tidak sombong
·
Selalu
Taat pada perintahNya ( Bertaqwa)
·
Selalu
baik terhadap sesama
[1] K. Wakid Yusuf,Dkk. Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah Amaliah (Sumenep: Latee Annuqayah,
2010), 137.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar