Senin, 16 April 2012

Perempuan di Ares Tengah[1]



telah kusediakan perahu kertas
di tepi wajahku
agar kau gampang berlayar ke tubuhku
mumpung langit selagi kering
dan ombak masih tenang
tak bercakap-cakap dengan ikan
jangan kau ragu
pungutlah jalan yang membentang di matamu
dan jangan menumpang pada otak udang
yang berjalan dengan merentang
biar tak kerontang

memang tak ada paksaan
untuk membawamu pada gedung bertingkat
tapi jangan pernah menyesal
bila aku pergi susut tinggalkan bumi ini
dan jangan kau salahkan aku
bila aku tak kenal lagi dengan namamu
yang disusun tegak

aku mengerti
kini kau dibelenggu pulau mati
tapi tak adakah alasan bisa keluar
aku kasihan bila teringat mengenaimu
saat merangkai
semua perjalanan masa depanmu semalam suntuk
bila kini patah saat ingin melangkah
sedang matahari masih pagi
menembus cela daun yang berembun
begitu setia menemanimu

sekarang, masuklah dalam tubuhku dalam-dalam
atau yang aku ?


MTs 1 An Putri, 21 Rabiul Akhir 1432 H


[1] Nama sebuah dusun yang  terletak di desa Lanjuk Kec. Manding


AYAT KENANGAN

-Khalil Tirta Anggara
 Raden Aksara

Dengan apa harus kuberi
Setelah benih-benih kau tanam dalam dadaku
Kini lebat dan tak sanggup aku reka dengan waktu
Karena perkataan dan dengup jantungmu adalah kitab pelajaran
Mengenai hidup yang aku buru

Dimana perjalanan yang saling kita tumpah
Adalah arah yang musti kucatat dalam sajak baruku
Sebagai perwakilan akan kepergianmu

Sekarang aku sadar
Tanah selatan yang dulu kuanggap tanah gersang
Ternyata subur karena wajahmu yang terus membasah
Pada setiap sudut bibir yang merekah

Diammu saja adalah bahasa
Apalagi kata-katamu adalah puisi yang kuasa
Berkehendak memecahkan pada setiap orang yang menderita

Tetap kuabadikan semua titahmu
Yang terus merambai pada terik matahari
Dalam museum kenangan
Sebab, akan kuceritakan kembali
Pada tubuh-tubuh yang akan datang
Bahwa engkau petualang yang tak pernah pulang

Sebaris alismu yang menjalar pada langit
Seakan mengeja kata sebuah kenisbian di permukaan
Semua itu yang membikin aku teringat

Adapula yang masih melekat dalam bathinku
Pengikat tangan yang kau temukan di lorong aspal
Saat berjalan lurus dari rumah Tuhan sebelum subuh datang
Dimana orang-orang masih pulas dalam tidurnya

Kalau boleh aku menganggap
Engkau adalah ibuku yang ke dua
Melahirkanku sebagai perangkai kata


Annuqayah, 19 Jumadil Akhir 1432 H